RSS

Simulasi PPh pasal 21

 

Simulasi / Contoh Kasus dengan PTKP tahun 2012

Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Pegawai

 

Tarif Dan Penerapannya

  1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, bukan pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:
    1. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan); dikurangi iuran pensiun, Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
    2. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00 sebulan) dikurangi PTKP.
    3. Bukan Pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara berkesinambungan: 50 % dari Penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan.
  2. Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dikalikan dengan 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan yang tidak berkesinambungan;
  3. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah;
  4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp.150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000,00 dan atau tidak dibayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 150.000,00. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp.1.320.000,00 sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.
  5. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. IId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I kebawah.
  6. Besar PTKP adalah :

Penerima PTKP

Setahun

Sebulan

untuk diri pegawai

Rp 15.840.000

Rp 1.320.000

tambahan untuk pegawai yang sudah menikah(kawin)

Rp 1.320.000

Rp 110.000

tambahan untuk setiap anggota keluarga *) paling banyak 3 (tiga) orang

Rp 1.320.000

Rp 110.000

  1. *) anggota keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan semenda dalam satu garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
  2. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak

Tarif

sampai dengan Rp 50 juta

5%

diatas Rp 50 juta sampai dengan Rp 250 juta

15%

diatas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta

25%

diatas Rp 500 juta

30%

  1. Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20 % lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 17.

Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21

  1. Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan
    1. Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2010. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa uang sebulan sebesar Rp.2.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00 sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). Penghitungan PPh Ps. 21:
      Penghitungan PPh Ps. 21 terutang:
      Gaji Sebulan = Rp. 2.000.000
      Penghasilan bruto = Rp. 2.000.000
      Pengurangan: Biaya Pensiun = 5% x 2.000.000 = Rp. 100.000
      Iuran pensiun = Rp. 50.000 (+)
      Total Pengurangan = Rp. 150.000
      Penghasilan netto sebulan = Rp. 1.850.000
      Penghasilan netto setahun = 12 x 1.850.000 = Rp. 22.200.000
      PTKP setahun:
  • WP sendiri = Rp. 15.840.000
  • Tambahan WP kawin = Rp. 1.320.000

Total PTKP = Rp. 17.160.000
PKP setahun = Rp. 5.040.000
PPh Ps. 21= 5 % x 5.040.000 = Rp. 252.000
PPh Ps. 21 sebulan = Rp. 21.000

  1. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan
    1. Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun 2005. Tahun 2010Teja menerima pensiun sebulan Rp. 3.000.000,00. Penghitungan PPh Ps. 21 :
      Pensiun sebulan = Rp. 3.000.000
      Pengurangan: Biaya Pensiun = 5% x 3.000.000 = Rp. 150.000 (-) (Maksimum diperkenankan Rp. 200.000)
      Penghasilan Netto sebulan = Rp. 2.850.000
      Penghasilan Netto setahun = Rp. 34.200.000
      PTKP (K/1) = Rp. 18.480.000
      PKP = Rp. 15.720.000
      PPh Ps. 21 setahun = 5% x 15.720.000 = Rp. 786.000
      PPh Ps. 21 sebulan = (Rp. 786.000 : 12) = Rp. 65.500
  2. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem, Tunjangan Hari Raya atau tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun.
    1. Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung Indah. Ia memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp. 2.500.000,00 menerima THR sebesar Rp. 1.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0). PPh Pasal 21 atas gaji dan THR:
      Penghasilan Bruto setahun = 12 x 2.500.000 = Rp. 30.000.000
      THR = Rp. 1.000.000
      Jumlah Penghasilan Bruto = Rp. 31.000.000
      Pengurangan:
  • Biaya Jabatan = 5% x 31.000.000 = Rp. 1.550.000
  • Iuran pensiun = 12 x 50.000 = Rp. 600.000
  • Total Pengurangan = Rp. 2.150.000

Penghasilan netto setahun = Rp. 28.850.000
PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000
PKP setahun = Rp. 11.690.000
PPh Ps. 21 terutang = 5% x 11.690.000 Rp. 584.500
PPh Pasal 21 atas gaji
Penghasilan Bruto setahun = 12 x 2.500.000 = Rp. 30.000.000
Pengurangan:

  • Biaya Jabatan = 5% x 30.000.000 = Rp. 1.500.000
  • Iuran pensiun = 12 x 50.000 = Rp. 600.000
  • Total Pengurangan = Rp. 2.100.000

Penghasilan netto setahun Rp. 27.900.000
PTKP (K/0) setahun = Rp. 17.160.000
PKP setahun = Rp. 10.740.000
PPh Ps. 21 terutang = 5% x 10.740.000 Rp. 537.000
PPh Pasal 21atas gaji dan THR – PPh Pasal 21 atas gaji:
= Rp. 584.500– Rp.537.000
= Rp. 47.500

  1. Penerima Honorarium atau Pembayaran lain.
    1. Saputra (memiliki NPWP) memberikan ceramah pada lokakarya dan menerima honorarium Rp 1.500.000,00. Saputra juga memiliki sumber penghasilan lainnya. Penghitungan PPh Pasal 21 :
      Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a x (50% x jumlah penghasilan bruto ) = 5% x (50% x Rp1.500.000,00) = Rp37.500,00
  2. Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar asuransi.
    1. Hendra seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Jaya dan berstatus bukan pegawai, dalam bulan Januari 2010 menerima komisi sebesar Rp4.000.000,00. Hendra tidak memiliki sumber penghasilan lainnya. Penghitungan PPh 21 :
      Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a x [(50% x jumlah penghasilan bruto ) – PTKP perbulan]:
      = 5% x [(50% x Rp4.000.000,00) – Rp 1.320.000,00]
      = Rp 34.000,00
  3. Honorarium atau imbalan lainnya kepada peserta kegiatan (pendidikan pelatihan magang).
    1. Febri sebagai peserta magang menerima honor sebesar Rp3.500.000,00. PPh Pasal 21 yang terutang :
      Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a x jumlah penghasilan bruto = 5% x Rp3.500.000,00 = Rp175.000,00
  4. Penghasilan atas Upah Harian.
    1. Erfin (tidak memiliki NPWP) pada bulan Agustus 2010 bekerja sebagai buruh harian pada PT Dayat Harini Perkasa. Ia bekerja sehari sebesar Rp 200.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang :
      Upah sehari Rp 200.000,00
      Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh Rp 150.000,00
      PKP Sehari Rp 50.000,00
      PPh Pasal 21 Sehari = (5% x 120%*) x Rp 50.000,00 Rp 3.000,00
      (* karena Erfin tidak memiliki NPWP maka tarifnya 20% lebih tinggi dari Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a atau 5% x 120% = 6%)

 

Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Bukan Pegawai

Dalam konteks PPh Pasal 21 ada subjek penerima penghasilan yang disebut dengan ‘Bukan Pegawai’.  Jenis pekerjaan, keahlian maupun profesinya memang beragam.  Tapi penghitungan PPh Pasal 21-nya hanya menggunakan salah satu dari rumus.
Pengertian Bukan Pegawai
Seperti didefinisikan pada Pasal 1 angka 12 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ./2009, Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari pemberi kerja (pemotong PPh Pasal 21 atau pemberi penghasilan) sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Kemudian dalam Pasal 3 huruf c Peraturan Dirjen Pajak tadi, disebutkan beberapa jenis profesi yang tergolong sebagai Bukan Pegawai, yang antara lain meliputi:

  1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yakni Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai dan Aktuaris.  Selain kedelapan profesi ini, meskipun sangat ahli dalam bidangnya, dalam konteks PPh Pasal 21 tidak dikelompokkan sebagai tenaga ahli.  Misalnya ahli komputer atau programmer komputer;
  2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
  3. Olahragawan;
  4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
  5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
  6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronikan, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
  7. Agen iklan;
  8. Pengawas atau pengelola proyek;
  9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
  10. Petugas penjaja barang dagangan;
  11. Petugas dinas luar asuransi;
  12. Distributor perusahaan multilevel marketing (MLM) atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

PPh Pasal 21 Bukan Pegawai
Meski jenis pekerjaan dan profesinya beragam, namun jika kita lihat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir F.1.1.33.01), pemotongan PPh Pasal 21 terhadap mereka yang Bukan Pegawai tersebut dikelompokkan dalam 6 (enam) kategori, yakni:

  1. Imbalan Distributor MLM (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 2);
  2. Imbalan Petugas Dinas Luar Asuransi (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 3);
  3. Imbalan kepada Penjaja Barang Dagangan (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 4);
  4. Imbalan kepada Tenaga Ahli (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 5);
  5. Imbalan kepada Bukan Pegawai yang Bersifat Berkesinambungan (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 10); dan
  6. Imbalan kepada Bukan Pegawai yang Tidak Bersifat Berkesinambungan (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 11).

Simpel ‘kan? Di samping itu, meski beragam dan dikelompokan dalam enam kategori, namun rumus atau formula untuk menghitung PPh Pasal 21-nya pun mudah dan hanya ada dua rumus/formula, yakni:

 

Rumus 1

 

Rumus

Rumus atau Formula 1
Secara umum, rumus atau formula 1 (Rumus 1) digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 atas imbalan kepada Bukan Pegawai yang bersifat berkesinambungan.  Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kata ‘berkesinambungan’ adalah bahwa fee atau imbalan yang kita berikan kepada Bukan Pegawai tadi lebih dari sekali selama satu tahun takwim (Januari s.d. Desember).
Misalnya, kita memberikan fee atau imbalan ke seseorang yang Bukan Pegawai pada bulan Maret 2011 dan November 2011.  Karena kedua pembayaran tersebut dilakukan dalam tahun yang sama (2011), maka pembayaran itu disebut dengan pembayaran yang berkesinambungan. Tapi jika misalnya kita membayar imbalannya pada bulan November 2011 dan Januari 2012, maka ini tidak masuk istilah berkesinambungan.  Sebab kedua pembayaran imbalan dilakukan dalam tahun yang berbeda.
Semua yang Bukan Pegawai (kategori 1 s.d. 6), jika menerima imbalan secara berkesinambungan, penghitungan PPh Pasal 21-nya menggunakan Rumus 1. Kemudian saat membuat Bukti Potong PPh Pasal 21-nya, barulah kita masukkan sesuai kategorinya.  Misalnya jika MLM di masukkan di nomor urut 2, jika Tenaga Ahli dimasukkan di nomor urut 5, dst.
Contoh Penghitungan
Misalkan pada tahun 2011 kita membayarkan imbalan kepada seorang Programer Komputer atas jasanya membuatkan aplikasi sistem absensi pegawai.  Fee dibayarkan dua kali, yaitu pada bulan Oktober 2011 sebesar Rp 10.000.000,- yang merupakan uang muka pelaksanaan kerja dan sisanya Rp 15.000.000,- dibayarkan pada bulan Desember 2011 pada saat aplikasi selesai di-install.
Pada bulan Oktober 2011, PPh Pasal 21 dihitung dengan langkah sebagai berikut:

  1. Langkah 1: hitung jumlah bruto, yaitu sebesar 50% x Rp 10.000.000,- = Rp 5.000.000,-;
  2. Langkah 2: tentukan PTKP sebulan.  Asumsikan si programmer berstatus TK/0 yang berarti PTKP setahun Rp 15.840.000,-.  PTKP sebulan adalah PTKP setahun dibagi dengan 12 (dua belas) bulan, yaitu Rp 1.320.000,-;
  3. Langkah 3: hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu hasil pada Langkah 1 dikurangi dengan PTKP sebulan pada Langkah 2 = Rp 5.000.000,- (-) Rp 1.320.000,- = Rp 3.680.000,-;
  4. Langkah 4: akumulasikan PKP bulan ini dengan akumulasi PKP bulan sebelumnya.  Jumlah akumulasi ini digunakan sebagai indikator tarif PPh Pasal 17 yang harus digunakan dalam penghitungan PPh Pasal 21 atas imbalan yang dibayarkan bulan ini.  Jika misalnya akumulasi PKP sudah melebihi Rp 50.000.000,- maka tarif yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 atas imbalan bulan ini adalah 15%.  Dalam contoh kita ini, pembayaran di bulan Oktober 2011 adalah pembayaran pertama, hingga akumulasi PKP sampai dengan bulan ini masih rp 3.680.000,-;
  5. Langkah 5: hitung PPh Pasal 21 atas imbalan yang dibayar di bulan Oktober, yaitu Rp 3.680.000,- x 5% = Rp 184.000,-

Terhadap pemotongan PPh Pasal 21 di bulan Oktober 2011 ini, kita buatkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir F.1.1.33.01).  Kolom yang diisi adalah nomor urut 10 yaitu kategori Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan Bersifat Berkesinambungan (tidak dimasukkan sebagai Tenaga Ahli karena programer komputer tidak tergolong Tenaga Ahli dalam konteks PPh Pasal 21).
Atas pembayaran sisa sebesar Rp 15.000.000,- pada bulan Desember 2011, PPh Pasal 21 juga dihitung dengan langkah-langkah seperti yang dijelaskan di atas yaitu:

  • Langkah 1: hitung jumlah bruto, yaitu sebesar 50% x Rp 15.000.000,- = Rp 7.500.000,-
  • Langkah 2: tentukan PTKP sebulan.  Asumsikan si programmer berstatus TK/0 yang berarti PTKP setahun Rp 15.840.000,-.  PTKP sebulan adalah PTKP setahun dibagi dengan 12 (dua belas) bulan, yaitu Rp 1.320.000,-
  • Langkah 3: hitung Penghasilan Kena Pajak (PKP), yaitu hasil pada Langkah 1 dikurangi dengan PTKP sebulan pada Langkah 2 = Rp 7.500.000,- (-) Rp 1.320.000,- = Rp 6.180.000,-;
  • Langkah 4: akumulasikan PKP bulan ini dengan akumulasi PKP bulan sebelumnya.  Jumlah akumulasi ini digunakan sebagai indikator tarif PPh Pasal 17 yang harus digunakan dalam penghitungan PPh Pasal 21 atas imbalan yang dibayarkan bulan ini.  Jika misalnya akumulasi PKP sudah melebihi Rp 50.000.000,- maka tarif yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 atas imbalan bulan ini adalah 15%.  Dalam contoh kita ini, pada bulan Oktober 2011 PKP-nya adalah Rp 3.680.000,- dan kita tambah dengan PKP bulan Desember 2011 Rp 6.180.000,- hingga total PKP kumulatif Rp 9.860.000,-. Karena akumulasi PKP masih di baawah Rp 50.000.000,0 maka atas pembayaran fee bulan Desember 2011 masih menggunakan tarif 5%;
  • Langkah 5: hitung PPh Pasal 21 atas imbalan yang dibayar di bulan Desember, yaitu Rp 6.180.000,- x 5% = Rp 309.000,-

Syarat PTKP dalam Rumus 1
Hal yang perlu diingat saat menggunakan Rumus 1 adalah bahwa pengurangan PTKP hanya berlaku bagi Bukan Pegawai yang memenuhi seluruh syarat berikut:

  1. Sudah ber-NPWP;
  2. Penghasilan berasal dari hubungan kerja dengan Pemberi Penghasilan; dan
  3. Tidak memperoleh penghasilan lainnya.

Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka unsur PTKP dalam Rumus 1 tersebut diisi dengan 0 (nol).  Bagi Bukan Pegawai yang belum ber-NPWP, selain tidak berhak mendapat pengurangan PTKP, juga dikenai tarif PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% dari tarif normal yang disebutkan dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.  Ketiga syarat tersebut tercantum dalam Pasal 13 ayat (1) PER-31/PJ./2009.

Dalam praktik, banyak para pemotong PPh Pasal 21 yang ‘mencari aman’ dengan cara tidak menerapkan PTKP dalam Rumus 1 tadi.  Sebab dengan tidak menerapkan PTKP dalam rumus tersebut, berarti PPh Pasal 21 akan menjadi lebih besar.  Dan ini tentunya Syarat yang ke-2 agar Bukan Pegawai bisa memperoleh pengurangan PTKP adalah bahwa penghasilan yang diberikan berasal dari hubungan kerja dengan pemberi penghasilan. Baik dalam PER-31/PJ./2009 maupun dalam PER-57/PJ./2009, tidak ada penjelasan maupun contoh terkait dengan syarat ini.  Itu sebabnya, banyak pemotong PPh Pasal 21 yang tidak mau ambil pusing dan langsung memilih untuk tidak menerapkan PTKP dalam Rumus 1 tadi.
Syarat yang ke-3 terkait dengan sumber penghasilan yang diterima oleh Bukan Pegawai pada tahun yang bersangkutan.  Misalnya saya. Jika dalam tahun 2011 ini menerima fee dari PT A dan juga dari PT B, maka pada waktu PT A menghitung PPh Pasal 21 atas fee saya tidak boleh menerapkan PTKP.  Begitu juga dengan PT B.  Tapi bagaimana mungkin PT A bisa memastikan bahwa saya tidak menerima fee selain dari mereka?  Oleh sebab itu, para pemotong PPh Pasal 21, seperti PT A tadi, biasanya akan langsung memilih untuk tidak menerapkan PTKP dalam Rumus 1.  Jika misalnya si penerima penghasilan keberatan dan minta agar PTKP-nya dihitung, biasanya pemotong PPh Pasal 21 akan meminta untuk dibuatkan Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa si penerima penghasilan hanya menerima penghasilan dari satu sumber saja.

Rumus atau Formula 2
Secara umum, rumus atau formula 2 digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 atas imbalan kepada Bukan Pegawai yang Tidak Bersifat Berkesinambungan.  Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kata ‘tidak bersifat berkesinambungan’ adalah bahwa imbalan yang kita berikan kepada Bukan Pegawai tadi hanya sekali selama satu tahun takwim (Januari s.d. Desember).
Rumus 2 ini lebih sederhana karena tidak memperhitungkan PTKP dan tidak ada syarat-syarat lainnya.  PPh Pasal 21 dihitung secara simpel yaitu = (50% x imbalan bruto) x tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh. Misalnya pada setiap akhir tahun kita menggunakan jasa programer komputer untuk melakukan maintenance atas aplikasi komputer dan membayarkan fee sebesar Rp 15.000.000,-. Maka atas fee tersebut dipotong PPh Pasal 21 sebesar:

  • = (50% x Rp 15.000.000,-) x 5%
  • = Rp 7.500.000,- x 5% (karena masih di bawah Rp 50 juta).
  • = Rp 375.000,-

Terhadap pemotongan PPh Pasal 21 ini kita buatkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir F.1.1.33.01) dan kolom yang diisi adalah kolom 11 yaitu kategori Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan.  Meski programmer komputer itu sangat ahli dalam bidangnya, tapi sekali lagi, dalam konteks pemotongan PPh Pasal 21 selain Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai dan Aktuaris, tidak digolongkan sebagai Tenaga Ahli.

Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang menarik dana pensiun.  Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan yang rutin dilakukan setiap bulan dan Penghitungan kembali yang dilakukan setiap masa pajak Desember (atau masa pajak dimana pegawai berhenti bekerja).

Berikut disampaikan contoh sebagai mana tercantum dalam peraturan tersebut.
Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Budi Karyanto membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran berupa gaji.  Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut:

Gaji 3.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 15.000,00
Premi Jaminan Kematian 9.000,00
Penghasilan bruto 3.024.000,00
Pengurangan
1. Biaya jabatan
5%x3.024.000,00 151.200,00
2. Iuran Pensiun 50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua 60.000,00
261.200,00
Penghasilan neto sebulan 2.762.800,00
Penghasilan neto setahun
12×2.762.800,00 33.153.600,00
PTKP
– untuk WP sendiri 24.300.000,00
– tambahan WP kawin 2.025.000,00
26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun 6.828.600,00
Pembulatan 6.828.000,00
PPh terutang
5%x6.828.000,00 341.400,00
PPh Pasal 21 bulan Juli
341.400,00 : 12 28.452,00

Catatan:

  • Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
  • Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Juli adalah sebesar: 120% x Rp28.452,00=Rp 34.140,00

 

 

 

Leave a comment